Senin, 07 Mei 2018

Minyak Nilam


Ada bangunan tua berdiri di samping Masjid Kota Bakti Gampong Pasar Kota Bakti Kabupaten Pidie telah berubah menjadi industri penyulingan minyak nilam. Kilang kecil ini lahir dari tangan Ridha Al Rasyid (58 tahun), telah melakukan penyulingan minyak nilam dari petani Lamlo dan Tangse dengan biaya produksi dari modal sendiri.

Kecilnya perhatian pemerintah untuk pengembangan penyulingan minyak atsiri di daerahnya menjadikan sebuah tantangan untuk mengabdi bagi petani. Beberapa kali mengajak pemerintah daerah mendukung pengembangan dan proses pengolahan minyak atsiri petani di wilayahnya. Semasa konflik pertumbuhan ekonomi petani atsiri tidak ada, dimana banyak lahan kosong produksi telah lama ditinggalkan. Hadirnya penyulingan atsiri dengan kapasitas produksi 200 liter ini ikut menambah semangat para petani.
Broiler berbahan bakar kayu berisi air panas dengan kapasitas 300 liter telah berubah warnanya menjadi gelap. Uap air mengalir ke dalam reaktor stainsless steel kecil yang berisi nilam kering dengan kapasitas 200 liter berdiri diatas penyangga kayu. Uap panas berupa cairan campuran minyak dan air keluar dari reaktor dengan pipa menuju kondensor sebagai pendinginan. Cairan menetes dari kondensor ditampung dalam drum penampungan pertama, selanjutnya masuk kedalam drum kedua untuk dipisahkan minyak nilam dengan air.
Inilah proses penyulingan minyak nilam yang telah berhasil dipraktekkan oleh Ridha Al Rasyid. Semangatnya luar biasa dalam pengembangan penyulingan atsiri bagi petani. Dengan usahanya dapat memacu semangat petani atsiri Aceh dalam bekerja, Ia sangat berharap pemerintah bertindak dan menampung minyak produksi petani Aceh.
Menurut Insiyur Ridha, Pemerintah daerah belum berhasil mengembangkan hasil produk dari petani lokal yang laku di jual di pasar nasional dan Internasional. Kondisi ekonomi petani sangat memprihatinkan, profesi petani tidak pernah menjanjikan kekayaan dan hidup dengan serba ada. Potensi Aceh yang kaya dengan sumber daya alam terabaikan begitu saja, saatnya pemerintah memajukan petani mengenal teknologi dalam bertani.
Petani minyak atsiri hidup di bawah garis kemiskinan. Produksi minyak atsiri yang diolah secara tradisional dinilai dengan harga rendah. Minyaknya di jual kepada penampung, petani terpaksa menjual hasil olahannya kepada penampung dengan harga rendah, tergantung dari kualitas minyak yang dihasilkan.
Untuk menghasilkan 1 (satu) liter minyak, dibutuhkan 50 kg daun nilam kering (rendemen 2%). Harga daun kering di tingkat petani berkisar Rp 6.000 perkoligram. Ongkos produksi minyak nilam berkisar Rp 350.000,- perliter. Bulan oktober 2008, harga minyak nilam berkisar Rp 600.000,- s/d Rp 700.000,-, dari harga ini ada margin yang cukup besar, yaitu Rp 250.000,- perliter. Harga yang tinggi membuat sikap latah para pekebun, kembali beramai-ramai membudidayakan nilam. Pada pertengahan bulan Nopember 2008 harga meroket terus mencapai angka Rp 380.000,- perliternya.
Pemerintah daerah diharapkan menampung produk minyak atsiri, mengontrol harga, menyiapkan konsep pengolahan, memberi pendampingan dan bimbingan kepada petani. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa pola penanaman dan mutu minyak yang dihasilkan harus sesuai dengan standar. Aceh sebagai daerah produksi minyak atsiri tidak bisa merubah masyarakatnya hidup makmur dan sejahtera. Sampai hari ini petani tidak pernah kaya, petani rata-rata miskin, bekerja ke lokasi kerja dari pagi ke sore hari. Petani ikut membantu menambah kekayaan ‘toke’ penampung. Produk dibeli dengan harga sesuai dengan kualitasnya.
Profesi sebagai petani di negara maju menjadi salah profesi yang mengiurkan. Petani menjadi pondasi perekonomian negara, seperti Amerika Serikat. Negaranya kuat karena kilang petani aktif sebagai produsen penyediaan barang bagi kebutuhan dalam negerinya. Sedangkan di Indonesia, bekerja sebagai petani adalah dipandang sebelah mata, jarang ada petani sukses dalam hidupnya. Petani Indonesia tidak berkelas, tidak memakai dasi dan naik mobil mewah. Petani Indonesia adalah petani miskin tidak terurus oleh pemerintah. Petani terabaikan dan nilai jual produk murah, tidak bisa mendongkrak kehidupan dan ekonomi keluarganya.
Padahal jika penyulingan berhasil dilakukan, tanaman penghasil minyak atsiri akan menjadi andalan pendapatan daerah. Prospek atsiri begitu besar kedepan dan dapat dikembangkan, mengingat tersedianya lahan yang subur dan kualitas produksinya terbaik. Penanaman bahan baku minyak atsiri di Aceh telah lama dilakukan oleh petani dengan cara tanam masing-masing keluarga, sampai hari ini belum ada petani terorganisir menanamnya. Ada 80 jenis tanaman yang dapat dikembangkan untuk kebutuhan tersebut. Dari 80 jenis tanaman yang telah ditemukan, 70 jenisnya dimiliki Indonesia. Beberapa malah sudah mendapat pasaran, sedang lainnya masih dikembangkan dan punya potensi yang sangat besar kedepan.
Jenis-jenis yang sudah bekembang dan telah mendapatkan pasaran dunia, seperti minyak buah cengkeh, daun dan tangkainya, pala, kemiri, kapulaga, sirih, kayu manis, jeruk perut, rimpang jahe, lajagua, nilam, serehwangi, akarwangi, mawar melati, kenanga, Ylang-ylang (bungong jumpa), minyak kayu putih, gaharu, cendana. Sedang dikembangkan seperti kemangi, kencur, temulawak, maisoia oil, kunyit, sedap malam, kapulaga, kamboja, lavender, kemukus, lengkuas, dan lain-lain. Hasil suling tersebut masih terbatas sebagai bahan mental (Crude oil) dengan harga yang cukup lumayan.
Jenis wewangian dan kaca, bukan lagi sebatas cengkeh, lada, kapulaga, melati, daun pacar. Kencur, sirih, ganja atau sebanyak 44 jenis tadi, tetapi telah berkembang lebih banyak lagi. Indonesia sebagai daerah mega biodiversitas yang terbesar di dunia setelah Brazilia, memiliki kekayaan alam dan keanekaragaman hayati diatas 30.000 jenis. Dari jumlah itu 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat, namun sayang sedikit yang bisa dimanfaatkan. Baru 180 jenis yang digunakan untuk industri jamu, umumnya di Jawa, selebihnya masih merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka.
Pada Abad ke XIX, tumbuh–tumbuhan telah digunakan untuk obat–obatan, dengan cara segar atau dikeringkan. Sebelumnya digunakan sebatas untuk makanan dan minuman saja. Cina menggunakan tanaman obat-obatan sejak 2400 sebelum masehi. Misalnya Jamur Ling Zhi (jamur seribu khasiat), sebagai obat awet muda dan diabetes mellitus juga berbagai jenis penyakit lainnya. Demikian dengan tahu yang dibuat dari fermentasi kacang kedelai dan cincow yang dibuat dari jenis daun–daunan. Bermacam cara untuk memperoleh khasiat dari tumbuh–tumbuhan tersebut, baik dengan ekstaksi dengan zat tertentu atau sistem penyulingan. Minuman cola sendiri diperoleh dari ekstaksi tumbuhan kayu dan beberapa campuran tertentu, juga Essen yang beredar di pasaran adalah ekstaksi dari tumbuh–tumbuhan sesuai dengan namanya masing – masing.
Memperoleh zat–zat tersebut dalam tumbuh–tumbuhan, secara sederhana digunakan sistem penyulingan. Sistem teknologi tepat guna ini dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus memiliki keahlian atau tingkat pendidikan tertentu. Minyak–minyak dari hasil penyulingan berkembang secara lebih pesat untuk kebutuhan bahan dasar kosmetika, deodorani, parfum, tissue dan spray, obat–obatan untuk kesehatan antiseptil, sabun, makanan dan minuman, disinfektan, semir dan bahan pengilap (terutama yang mengandung lilin).
Di Aceh telah ada penanam nilam pada Abad ke IV sesudah Masehi, dalam buku sastra Hindu Pidaloka dan sebelum Islam datang, telah ditemui 44 jenis wewangian dan Kaca yang hidup subur di Aceh. Potensi wewangian dan kaca inilah yang merupakan cikal bakal berkembangnya aneka jenis makanan dan minuman di Aceh yang sangat enak dan gurih serta mampu menetralisir berbagai jenis masakan ikan dan daging sehingga tidak berbau anyir.
Para pakar sependapat bahwa bukan hanya minyak nilamnya yang bermanfaat. Di India daun kering nilam juga digunakan sebagai pengharum pakaian dan permadani. Bahkan air rebusan atau jus daun nilam, kabarnya dapat diminum sebagai obat batuk dan asma. Remasan akarnya untuk obat rematik, dengan cara dioleskan pada bagian yang sakit. Bahkan juga manjur untuk obat bisul dan sakit kepala. Remasan daun nilam dioleskan pada bagian yang sakit.
Selain sebagai pengikat wangi pada parfum, kosmetika dan sebagai obat-obatan, ternyata minyak nilam berkhasiat sebagai antibiotik dan antiradang karena dapat menghambat pertumbuhan jamur dan mikroba. Minyak nilam juga digunakan untuk deodorat, obat batuk, asma, sakit kepala, sakit perut, bisul, herpes, wewangian (parfum) dan tergolong dalam jenis aroma woodsy. Minyak nilam merupakan minyak eksotik (exotic oil) yang dapat meningkatkan gairah dan semangat, serta mempunyai sifat meningkatkan sensualitas. Bisa juga digunakan untuk mengharumkan kamar tidur untuk memberi efek menenangkan dan membuat tidur lebih nyenyak (anti-insomia).
Dalam pengobatan tradisional India yang lebih dikenal dangan ayurveda, minyak nilam digunakan untuk penawar racun apabila digigit ular dan serangga. Minyak nilam murni (100%) dapat diteteskan pada kapas dan diusapkan pada bagian yang digigit ular cobra, dapat menetralisir racun/bisa ular sebagai pertolongan pertama.
Dalam perawatan kulit, minyak nilam dapat digunakan untuk mengobati jerawat, gangguan kulit, eksim, infeksi jamur, ketombe, keriput, luka, parut bekas lukam pemekaran pembuluh darah dan kapalan pada kaki.
Dalam hal psikoemosional, minyak nilam termasuk dalam terapi aroma kelas soothing dan tooning sebagai salah satu aspek pengobatan alternatif, karena minyak nilam mempunyai efek sedatif (menenangkan) dapat digunakan untuk menanggulangi depresi, gelisah, tegang karena kelelahan, stres, kebingungan, lesu dan tidak bergairah, meredakan kemarahan serta membuat tidur lebih nyenyak (anti-insomnia). Dalam penggunaannya, minyak nilam akan lebih baik apabila dicampur dengan minyak cengkeh, cendana, lavender dan mawar.
Minyak atsiri atau minyak terbang (Volatile oil) atau minyak eteris (Essensial oil). Sifat berbau wangi sesuai aroma tanaman. Penghasilnya, mudah menguap pada suhu kamar tanpa, mengalami dekomposisi ; mempunyai rasa getir (pungent taste), umumnya larut dalam pelarut organic (alkohol, eter, petroleum, benzena dll) tidak larut dalam air.
Kadar minyak atsisi nilainya bervariasi, tergantung pada varietasnya. Nilam Aceh (pogostemon cablin) tidak berbunga, kadar minyaknya tinggi (2,5 – 5%), demikian pula sifat minyaknya disukai pasar. Minyak terbang ini terbentuk melalui proses metabolisme di dalam tanaman. Tanaman nilam, minyak atsiri ibarat feromon yang mampu menarik kehadiran serangga penyerbuk. Aromanya mengusir serangga perusak tanaman.
Semua bagian tanaman nilam, mulai dari akar, batang, cabang, dan daun mengandung minyak terbang. Tetapi mutu dan rendeman dari akar dan batang nilam lebih rendah daripada daunnya.
Penggunaan minyak nilam sebanyak 5-6 tetes dalam air rendaman mandi atau sabun mandi dapat mencegah problem kulit, seperti kulit kering dan kapalan serta mencegah keriput. Campuran minyak nilam 10-15 tetes dalam 60 ml minyak pencampur dapat digunakan untuk pijat, dan beberapa tetes dicampur dengan sampoo dapat digunakan untuk perawatan rambut. Beberapa tetes minyak nilam dalam air panas kemudian uapnya dihirup dapat membantu menghilangkan stres.
Seperti penamanan nilam, salah satu komoditi handal Aceh masa dulu. Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Luas areal pertanaman nilam tahun 2002 sekitar 21.602 ha, namun produktivitas minyaknya masih rendah rata-rata 97,53 kg/ha/tahun (Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Tanaman dianggap matang dan siap panen kalau sudah berumur enam bulan atau 5-8 bulan. Bagian yang dipanen, cabang dari tingkat dua ke atas, sekitar 20 cm di atas tanah. Biasanya disisakan satu cabang di tingkat pertama untuk mempercepat tumbuhnya tunas baru. Tiga bulan kemudian cabang dan anakan baru dipanen kedua kalinya. Periode panen berikutnya setiap selang tiga bulan. Bila tanaman bagus, hasil panen dapat mencapai 3,5 – 4 ton daun nilam kering.
Pemanenan daun nilam sebaiknya dilakukan pagi hari, atau menjelang petang dan ketika musim kering dengan menggunakan sabit, gunting atau parang tajam, Tujuannya agar daun tetap mengandung minyak atsiri tinggi (2,5-5%). Pemetikan siang hari membuat daun tetap kurang elastis dan mudah robek, adanya transpirasi (penguapan air) daun lebih cepat sehingga kadar minyak atsirinya berkurang.
Nilam yang sudah dipanen dipotong-potong 3-5 cm, kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama empat jam (pukul 10.00 - 14.00). setelah itu diangin-anginkan di atas para-para yang teduh, sambil dibolak-balik 2-3 kali selama 3 – 4 hari hingga kadar airnya tinggal 15%, kondisi ini siap di suling. Pengeringan tidak terlalu cepat atau terlalu lambat. Pengeringan yang terlalu cepat membuat daun rapuh dan sulit disuling. Pengeringan yang lambat, daun menjadi lembab dan muda ditumbuhi jamur. Akibatnya rendeman atau mutu minyak yang dihasilkan menurun. [dsb]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar