Menikmati eloknya Lhok Mata Ie, pantai tersembunyi di Aceh
"Lumayan jauh
ternyata," kata Mahzar dengan nafas tak teratur. Minggu akhir Oktober
2017, Mahzar bersama Rappler mengunjungi sebuah pantai di kawasan Aceh Besar,
Aceh.
Lokasi pantai yang
ingin kami tuju ini cukup tersembunyi. Warga di sana menyebut pantai ini Lhok
Mata Ie, dalam bahasa Aceh. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, maknanya tempat
keluar mata air.
Mendengar nama
tersebut, kebanyakan orang mengira di sana bukanlah sebuah pantai, melainkan
kolam yang memiliki sumber mata air jernih.
Kami menelusuri
persembunyian pantai ini di internet. Sejumlah foto pemandangan menakjubkan di
laman hasil pencarian membuat kami rasa penasaran kami bertambah.
Sayangnya, alamat
menuju ke sana sama sekali tidak terlacak. Titik terakhir jika menggunakan
petunjuk arah dari Google Maps hanya sampai di Pantai Ujong Pancu. Berjarak 15
km dari Kota Banda Aceh.
Keesokan harinya,
dari sudut warung kopi di Banda Aceh, kami bergerak. Perjalanan menggunakan
kendaraan roda dua kami tempuh menuju pantai Ujong Pancu di Kecamatan Peukan
Banda, Aceh Besar.
Melewati jalanan
aspal sempit, kami tiba di titik terakhir jalan yang bisa dilalui kendaraan.
Dikarenakan sebuah jembatan di sana telah amblas dihempas pasang air laut. Dua
pria di sana rupanya mengamati kami yang kebingungan.
"Kalau ke Lhok
Mata Ie ditempuh dari jalan mana ya pak?" tanya Mahzar sambil menyalami
kedua warga Ujong Pancu itu. "Parkir motornya di sana Dek, kemudian kalian
harus mendaki melalui jalanan setapak ini," jawab seorang lelaki sambil
menunjuk ke arah jalanan setapak di kaki pegunungan.
Kami rupanya
berhenti di tempat yang tepat. Tidak berlama-lama, kami memarkirkan motor di
halaman rumah panggung. Rumah tersebut milik seorang pria yang kami tanyakan
tadi. Tarif parkirnya Rp.5000 untuk satu kendaraan.
Usai membayar, motor
kami terparkir bersama puluhan motor lain yang lebih dulu di sana. "Motor
yang lain ini sudah dua hari di sini. Mereka bermalam di sana (Lhok Mata
Ie)," terang penjaga parkiran. "Bermalam atau tidak, bayar parkirnya
sama juga."
Kami mulai mendaki
gunung mengikuti jalan setapak yang diarahkan. Kali ini kekuatan otot kaki
mulai dipertaruhkan. Tenaga semakin dikuras. Untungnya, gunung yang kami daki
ini masih banyak pepohonan besar. Sehingga sinar matahari tidak langsung
menerpa kami. Dan membuat perjalanan sedikit adem.
Jalur pendakian ini
kurang lebih sepanjang dua kilometer. Membutuhkan waktu selama 40 menit untuk
melewatinya. Jalur ini terbilang sedikit terjal. Kami sempat beberapa kali
berhenti karena kelelahan.
Pesona lain selama
perjalanan yaitu bisa mendengar kicauan burung di balik pepohonan. Jika
beruntung, kita dapat bertemu monyet yang sedang berayun-ayun di dahan pohon
yang rimbun.
Pasir putih.
"Kita hampir
tiba," ujar Mahzar dengan nada keras. "Suara air terdengar sudah
sangat dekat," lanjutnya sambil mempercepat langkah kakinya. Pepohonan
yang rimbun tidak menyisakan sedikit pun ruang untuk menengok di baliknya. Rasa
penasaran kami semakin memuncak.
Jalur semakin
menurun. Menandakan tempat tujuan kami segera tiba. Rasa lelah terlupakan
sudah. Perjalanan panjang yang menguras banyak tenaga segera terbayarkan. Kami
mulai berlari.
Sesampai di sana,
kami terdiam sejenak. Langkah seakan kaku. Pemandangan yang disuguhkan ternyata
lebih indah dari foto kami lihat di internet: Pantai berpasir putih membentang
sekitar 50 meter, air laut berkilau ditempa sinar matahari.
Pasir di pantai ini
memang tidak terlalu luas. Bebatuan besar dan karang menghiasi di sisi lain
pantai. Ombak tidak terlalu tinggi, terbilang aman untuk pengunjung yang ingin
mandi atau diving.
Spot mancing dan camping
Garis pantai berpasir
yang hanya puluhan meter, membuat pantai ini tampak luar biasa. Pasir pantai
diapit oleh bebatuan besar dan karang di sisi lain. Pantai ini juga dikelilingi
pegunungan hijau yang terbentang panjang.
Tak pelak jika
pantai ini sangat cocok untuk yang suka camping. Pengunjung yang bermalam di
sana bisa mendirikan tenda di bawah pepohonan besar yang tidak jauh dari
pantai. Adapula yang menggunakan ayunan hammock yang dikaitkan di dahan kayu.
Selain camping, Lhok
Mata Ie ternyata menjadi spot favorit bagi penyuka mancing. Pemancing sering
melemparkan kail dari atas bebatuan besar. Mereka menunggu pancingan sambil
menikmati pemandangan yang memanjakan mata.
Sayangnya belum ada
akomodasi apapun di pantai ini. Oleh karenanya, pengunjung harus membawa
sendiri segala keperluan. Sebagai daerah syariat Islam, untuk pengunjung
perempuan yang ingin camping harus ada izin dari aparatur desa setempat.
Penasaran bagaimana
aslinya? Ayo pacu tenagamu ke Lhok Mata Ie!